Rabu, 02 Desember 2015

Kronologis Pembunuhan KH. Cecep Bustomi Ulama Banten



Kronologis Pembunuhan KH. Cecep Bustomi Ulama Banten

Kronologis Pembunuhan KH.
Cecep Bustomi

pukul 21.00 WIB. Markas Front Hizbullah (FH) di Kampung Peuni, Desa Ciputri, Kecamatan Banjar,
Pandeglang, nampak ekstra sibuk. Malam itu ratusan anggota FH tengah bersiap-siap melakukan razia ke
Serang. Tepatnya di desa Petir, setelah sebelumnya mereka menerima info dari anggota mereka di sana, salah seorang warga desa itu, Mamat, akan menggelar acara maksiat. Malam itu juga dengan mengendarai delapan belas mobil angkot sewaan, 250 anggota FH berangkat. Mereka tiba di lokasi acara sekitar pukul sepuluh malam. “Di lokasi kami saksikan acara dangdut dan jaipongan sedang berlangsung. Lapak judi
koprok digelar dan botol-botol minuman juga berjejer di panggung, ” ujar Iman Saifudin, adik almarhum nomor delapan, komandan aksi malam itu. Awalnya pasukan front meminta baik-baik kepada tuan rumah, agar acara itu dihentikan. Di samping mengganggu ketertiban warga sekitarnya, lokasinya juga dekat dengan masjid. Tapi tuan rumah rupanya telah menyiapkan Pratu Enjat Supriatna, seorang anggota Kopasus, menghadapi laskar FH. Negosiasi berlangsung tegang. Enjat tetap menginginkan acara hiburan berlangsung.
Sementara FH meminta acara itu dihentikan. Ketegangan kian memuncak ketika Enjat melepaskan dua kali
tembakan ke udara, dan sekali diarahkan ke anggota front. “Ia nembak dari jarak satu setengah meter, dan
mengenai salah seorang anggota kami yang ada di barisan depan. Saya berani sumpah, saya melihat
dengan mata kepala saya sendiri. Karena saat itu saya juga berada di barisan depan, ” cerita Iman Saifudin
kepada eramoslem. Tembakan Enjat ternyata tidak membuat keder nyali anak- anak FH. Dodi, korban
tembakan Enjat, di luar dugaan ternyata tetap bugar. Darahnya mendidih, dan langsung melabrak Enjat. Pergumulan seru terjadi. Pada satu kesempatan, tusukan golok Dodi berhasil bersarang di punggung Enjat.
Merasa keteter, Enjat lari. Tapi Dodi terus mengejar. Akhirnya dua buah tusukan berikutnya berhasil disarangkan Dodi ke perut Enjat. Tubuh anggota Kopasus itu akhirnya roboh bersimbah darah. Melihat kejadian itu, para tamu lari belingsatan. Tapi insiden malam itu tak menghentikan aksi anak-anak front. Mereka bukan hanya menghancurkan botol-botol minuman keras, lapak-lapak judi, panggung hiburan, namun juga seluruh alat-alat musik. Usai mengobrak-abrik panggung hiburan di rumah Mamat, anak-anak front masih sempat melakukan razia di dua tempat lainnya. Masih di sekitar desa Petir. Sekitar pukul sebelas malam operasi selesai, dan mereka kembali pulang ke markas. Bengkel Mobil dan Hotel Srimaju diobrak-abrik. Kejadian malam itu berbuntut. Bengkel mobil Srimaju yang berlokasi di Serang, diobrak-abrik
beberapa orang lelaki bertubuh kekar. Mereka mencari ustadz Husein pemilik bengkel yang diduga sebagai
salah seorang pengurus FH. Tapi yang dicari tidak ketemu. Sasaran kemarahan akhirnya diarahkan kepada 3 orang karyawan bengkel. Para pria yang kalap itu menyiksa korban hingga babak belur. Seorang karyawannya, Suheni, diberitakan tewas setelah disiksa secara brutal oleh komplotan penyerang, dan dua orang lainnya luka parah. Pada saat hampir bersamaan, hotel Srimaju yang terletak di jalan raya Cilegon juga menjadi sasaran penghancuran komplotan lelaki bertubuh kekar. Berita penghancuran bengkel dan hotel Srimaju disesalkan pihak FH. Pasalnya si pemilik tidak ada kaitannya sama sekali dengan FH. “ Mereka menyangka, pemilik adalah pengurus Front Hizbullah. Padahal secara kebetulan saja, kami pada hari Sabtu (22/7) memakai aula hotel Srimaju untuk acara khitanan massal,” kata salah seorang anggota FH. Hari Senen dini hari (24/7) dalam perjalanan pulang dari acara ceramah di Sukabumi, K.H. Cecep Bustomi menerima telepon dari Markas Kopasus Grup I di Serang. Dalam nada ancaman si penelpon meminta Kyai Cecep datang ke markas pasukan elit itu dengan menyerahkan anak buahnya, si pembunuh Enjat. Dalam pembicaraan telepon Kyai Cecep menyatakan setuju memenuhi permintaan itu. Ia berjanji akan datang ke markas mereka hari itu juga. Pukul enam pagi Kyai Cecep tiba di rumah. Setelah istirahat, kira-kira pukul
sebelas ia kumpulkan beberapa komandan yang ikut dalam aksi malam Senen. Ia minta konfirmasi tentang
insiden berdarah di desa Petir. Setelah jelas duduk persoalannya, panglima FH itu memutuskan akan berangkat ke Markas Kopasus Serang bakda salat dzuhur. Usai salat dzuhur, sekitar setengah dua siang, disopiri Mardiyanto, salah seorang santrinya, Kyai Bustomi berangkat dengan mobil sedan Toyota Twincam.
Sekitar pukul dua, tokoh yang dikenal gigih memerangi kemaksiatan itu, tiba di Markas Kopasus Serang.
Perundingan berakhir kira-kira pukul empat sore, setelah kedua belah pihak berjanji akan menyelesaikan
persoalan secara damai. Setelah itu tanpa curiga, Kyai Cecep pulang. Secarik kertas berisi kesepakatan damai yang ditandatangani kedua pihak sudah dipegang kyai ‘garis keras’ itu. Tapi baru berjalan 300 meter dari gerbang markas pasukan elit itu, kendaraan Kyai Cecep dihadang seorang pengendara sepeda berbadan kekar. Mobil direm, dan mundur. Mardiyanto baru akan tancap gas, ketika sekonyong-konyong
segerombolan pria bertubuh kekar -entah dari mana datangnya-- menyerbu mobil Kyai Cecep.  bersenjatakan golok, besi, dan balok, gerombolan menghancurkan kaca depan dan belakang mobil. Salah seorang gerombolan memecah kaca kanan depan. Lalu dengan cepat menembakkan pistol ke arah Mardiyanto. Dor! Naluri Mardiyanto bereaksi cepat. Yayan -panggilan akrab Mardiyanto-menarik tungkai di bawah kanan jok. Ia dengan reflek membuang dirinya ke belakang. Peluru luput dari dirinya. Tapi nahas, peluru bersarang ke perut Kyai Cecep yang duduk di samping kirinya. “Ah saya kena. Jangan panik Yan, tancap gas!” teriak Kyai Cecep pada Yayan. Yayan langsung tancap gas. Tapi di belakang dua buah motor segera mengejar. Keduanya berboncengan (berjumlah 4 orang dengan mengenakan kupluk). Adegan kejar-kejaran terjadi. Kyai Cecep masih tetap tegar dan memberi pengarahan pada Yayan. “Langsung ke arah kota, Yan,” perintah Kyai. Memasuki kota, mobil yang telah babak belur itu terus dikejar. Di perempatan Ciceri, mobil Yayan lolos dari lampu merah. Kyai Cecep memerintahkan Yayan terus tancap gas. Sampai di perempatan Sumur Picung lampu pas merah. Panglima FH itu memerintahkan Yayan membelokkan mobil ke kanan. Mobil melaju dalam kecepatan tinggi. ke arah pasar Rau. Tapi sore itu di beberapa perempatan terjadi kemacetan. Mendekati pasar tak ada jalan alternatif untuk menghindar dari kejaran. Mobil Yayan tetap berusaha menerobos kemacetan. Nahas! Yayan menabrak sebuah truk sayur. Mobil berhenti. Di situlah para pengejar berkupluk menghabisi nyawa Kyai Cecep dengan berondongan timah panas. Sebanyak enam peluru bersarang di tubuh kyai kelahiran 7 Juli 1959 itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar