ASAL MULA KOTA BANDUNG
Asal mula dan Sejarah Berdirinya
Kota Bandung Posted by Yoppy Irawan » Bandung Info » Wednesday, 20 May 2015
sejarah kota bandung Anda warga kota Bandung? Sudah tahukah sejarah kota
tercinta kita ini yang pada tahun 1488 merupakan wilayah kekuasaan Sunda-Pajajaran?
bagaimana pula asal mula kata Bandung ? Kata "Bandung" berasal dari
kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava
Gunung Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga. Legenda yang diceritakan
oleh orang-orang tua di Bandung mengatakan bahwa nama "Bandung"
diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat
berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung,
R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Citarum dalam mencari tempat kedudukan
kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot. Ada
juga yang mengatakan bahwa, kata "bandung" dalam bahasa Indonesia,
identik dengan kata "banding" dalam bahasa Indonesia, berarti
berdampingan. Ngabanding (Sunda) berarti berdampingan atau berdekatan. Hal ini
antara lain dinyatakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai
Pustaka (1994) dan Kamus Sunda-Indonesia terbitan Pustaka Setia (1996), bahwa
kata "bandung" berarti berpasangan dan berarti pula berdampingan.
Berdasarkan filosofi Sunda, kata "Bandung" berasal dari kalimat
"Nga-Bandung-an Banda Indung", yang merupakan kalimat sakral dan
luhur karena mengandung nilai ajaran Sunda. Nga-"Bandung"-an artinya
menyaksikan atau bersaksi. "Banda" adalah segala sesuatu yang berada
di alam hidup yaitu di bumi dan atmosfer, baik makhluk hidup maupun benda mati.
"Indung" adalah Bumi, disebut juga sebagai "Ibu Pertiwi"
tempat "Banda" berada. Dari Bumi-lah semua dilahirkan ke alam hidup
sebagai "Banda". Segala sesuatu yang berada di alam hidup adalah
"Banda Indung", yaitu Bumi, air, tanah, api, tumbuhan, hewan, manusia
dan segala isi perut bumi. Langit yang berada di luar atmosfir adalah tempat
yang menyaksikan, "Nu Nga-Bandung-an". Yang disebut sebagai Wasa atau
Sanghyang Wisesa, yang berkuasa di langit tanpa batas dan seluruh alam semesta
termasuk Bumi. Jadi kata Bandung mempunyai nilai filosofis sebagai alam tempat
segala makhluk hidup maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi
yang keberadaanya disaksikan oleh yang Maha Kuasa. Kota Bandung secara
geografis memang terlihat dikelilingi oleh pegunungan, dan ini menunjukkan
bahwa pada masa lalu kota Bandung memang merupakan sebuah telaga atau danau.
Legenda Sangkuriang merupakan legenda yang menceritakan bagaimana terbentuknya
danau Bandung, dan bagaimana terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu, lalu
bagaimana pula keringnya danau Bandung sehingga meninggalkan cekungan seperti
sekarang ini. Air dari danau Bandung menurut legenda tersebut kering karena
mengalir melalui sebuah gua yang bernama Sangkyang Tikoro. Daerah terakhir
sisa-sisa danau Bandung yang menjadi kering adalah Situ Aksan, yang pada tahun
1970-an masih merupakan danau tempat berpariwisata, tetapi saat ini sudah
menjadi daerah perumahan untuk pemukiman. Kota Bandung mulai dijadikan sebagai
kawasan pemukiman sejak pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, melalui Gubernur
Jenderalnya waktu itu Herman Willem Daendels, mengeluarkan surat keputusan
tanggal 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana untuk
kawasan ini. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi kota
Bandung. Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari
Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906 dengan luas wilayah
waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha pada tahun 1949,
sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini. Pada masa perang
kemerdekaan, pada 24 Maret 1946, sebagian kota ini dibakar oleh para pejuang
kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi perang waktu itu. Peristiwa ini
dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo
Bandung. Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya
yang mengungsi ke daerah lain. Pada tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang
dahulu bernama "Concordia" (Jl. Asia Afrika, sekarang), berseberangan
dengan Hotel Savoy Homann, diadakan untuk pertama kalinya Konferensi
Asia-Afrika yang kemudian kembali KTT Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini
pada 19 April-24 April 2005. Pada tanggal 24 April 2015, Konferensi Asia-Afrika
kembali diadakan di kota ini setelah tanggal 20 April-23 April 2015 berlangsung
di Jakarta. (wikipedia.org). Berdasarkan penjelasan dari situs resmi Kota
Bandung (http://bandung.go.id), Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan
pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu sangat
jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri. Kabupaten Bandung dibentuk pada sekitar
pertengahan abad ke-17 Masehi, dengan Bupati pertama tumenggung Wiraangunangun.
Beliau memerintah Kabupaten Bandung hingga tahun 1681. Semula Kabupaten Bandung
beribukota di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot) kira-kira 11 kilometer ke arah
Selatan dari pusat kota Bandung sekarang. Ketika kabupaten Bandung dipimpin
oleh bupati ke-6, yakni R.A Wiranatakusumah II (1794-1829) yang dijuluki
"Dalem Kaum I", kekuasaan di Nusantara beralih dari Kompeni ke
Pemerintahan Hindia Belanda, dengan gubernur jenderal pertama Herman Willem
Daendels (1808-1811). Untuk kelancaran menjalankan tugasnya di Pulau Jawa,
Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung barat
Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa timur (kira-kira 1000 km).
Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan
bupati daerah masing-masing. Di daerah Bandung khususnya dan daerah Priangan
umumnya, Jalan Raya pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan
memperbaiki dan memperlebar jalan yang telah ada. Di daerah Bandung sekarang,
jalan raya itu adalah Jalan Jenderal Sudirman - Jalan Asia Afrika - Jalan A.
Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya. Untuk kelancaran pembangunan jalan
raya, dan agar pejabat pemerintah kolonial mudah mendatangi kantor bupati,
Daendels melalui surat tanggal 25 Mei 1810 meminta Bupati Bandung dan Bupati
Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke daerah
Cikapundung dan Andawadak (Tanjungsari), mendekati Jalan Raya Pos. Rupanya
Daendels tidak mengetahui, bahwa jauh sebelum surat itu keluar, bupati Bandung
sudah merencanakan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Bandung, bahkan telah
menemukan tempat yang cukup baik dan strategis bagi pusat pemerintahan. Tempat
yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di tepi barat Sungai
Cikapundung, tepi selatan Jalan Raya Pos yang sedang dibangun (pusat kota
Bandung sekarang). Alasan pemindahan ibukota itu antara lain, Krapyak tidak
strategis sebagai ibukota pemerintahan, karena terletak di sisi selatan daerah
Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan. Sekitar akhir tahun
1808/awal tahun 1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak
mendekali lahan bakal ibukota baru. Mula-mula bupati tinggal di Cikalintu
(daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, selanjutnya pindah lagi
ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang). Tidak
diketahui secara pasti, berapa lama Kota Bandung dibangun. Akan tetapi, kota
itu dibangun bukan atas prakarsa Daendels, melainkan atas prakarsa Bupati
Bandung, bahkan pembangunan kota itu langsung dipimpin oleh bupati. Dengan kata
lain, Bupati R. A. Wiranatakusumah II adalah pendiri (the founding father) kota
Bandung. Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan
surat keputusan tanggal 25 September 1810.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar