Senin, 14 Desember 2015

ASAL USUL PULAU JAWA



ASAL USUL PULAU JAWA
Suku Jawa adalah salah satu suku mayoritas yang ada di Indonesia. Kebanyakan dari suku ini berdomisili di berbagai belahan di pulau Jawa. Mereka menghuni khusunya di Provinsi Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Namun, suku ini juga banyak ditemukan di Provinsi Jawa Barat, Banten dan tentunya di Ibukota Jakarta. Ternyata  tidak hanya di pulau Jawa saja, masyakarat yang bersuku Jawa juga tersebar di berbagai pulau yang ada di Indonesia bahkan juga mancanegara.

Sebagian besar masyarakat yang bersuku Jawa menggunakan bahasa Jawa dalam percakapan di kehidupan sehari-hari. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa masyarakat jawa adalah orang-orang yang sopan dan satun dalam bertutur kata serta dalam tingkah laku. Lalu siapakah sebenarnya nenek moyang suku Jawa? Bagaimana suku ini bisa menjadi mayoritas di Indonesia? Berikut ini adalah ulasannya.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgd0DJKvGmI1zXG6kpOcDWHhHjJV5Ccm-0rWeDQS5kjzGlDYgi3MwcqNvJJX68klO3zNrxkNjQWHGkIPnpNLWqU3WCovRek2wxuXUX6N8TVe8Gr3FzwSFWi9JHJCdN5RTLEhuV2X4iloA/s1600/Sejarah+Asal+Usul+Suku+Jawa+di+Indonesia.jpg

Sejarah Asal Usul Suku Jawa
Asal usul suku Jawa tidak jauh berbeda dengan asal-usul orang Indonesia secara keseluruhan yaitu ketika ditemukannya fosil dari Homo Erectus yang juga dikenal dengan “Manusia Jawa” oleh Eugene Dubois di Trinil. Ia merupakan ahli anatomi yang berasal dari Belanda. Fosil yang ditemukan tersebut diperkirakan memiliki umur sekitar 700.000 tahun. Tidak lama berselang, ditemukan juga fosil lainnya dari spesies yang sama di Sangiran oleh Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pada tahun 1930. Dirinya menemukan perkasas yang jauh lebih maju dibandingkan era sebelumnya. Diiperkirakan umur dari perkasas tersebut adalah 550.000 hingga 143.000 tahun.

Sedangkan, pada sebuah tulisan kuno memberikan sebuah kejelasan mengenai asal usul nenek moyang suku Jawa yaitu ketika kedatangan aji saka. Akan tetapi, di dalam tulisan kuno tersebut terdapat keterangan mengenai keadaan geologi pula Jawa dalam sebuah tulisan kuno hindu yang menyatakan bahwa Nusa Kendang, nama pulau Jawa kala itu merupakan bagian dari India. Sedangkan tanah yang saat ini dikatakan sebagai Kepulauan Nusantara merupakan daratan yang menyatu dengan daratan Asia dan Australia yang kemudian terputus dan tenggelam oleh air bah.

Sementara itu, di Babad Kuno, juga ditemukan sejarah yang samar mengenai suku Jawa. Diceritakan bahwa ada Arjuna seorang raja dari Astina yang merupakan kerajaan yang bertempay di Kling membawa penduduk pertama ke Pulau Jawa. Pada masa tersebut, pulau ini belumlah mempunyai penghuni. Mereka kemudian mendirikan sebuah koloni yang letaknya tidak disebutkan.

Sejarah lebih jelas akhirnya didapatkan ketika ditemukannya sebuah surat kuno yaitu Serat Asal Kereaton Malang. Di dalam surat tersebut disebutkan bahwa Raja Rum yang merupakan sultan dari negara Turki namun disurat lainnya disebut sebagai raja dari Dekhan mengirim penduduk pertama pada 450 SM. Akan tetapi, penduduk yang dikirim tersebut menderita karena adanya gangguan dari binatang buas. Karena hal tersebut, maka banyak dari penduduk yang kembali pulang ke negara asalnya.

Lalu pada 350 SM Raja kembali mengirim perpindahan penduduk untuk kedua kalinya. Perpindahan tersebut membawa 20.000 laki-laki dan 20.000 perempuan yang berasal dari Koromandel. Perpindahan yang dipimpin oleh Aji Keler ini menemukan Nusa Kendang dengan dataran tinggi yang ditutupi oleh hutan lebat serta binatang buas. Sementara itu, di tanah datarnya ditumbuhi oleh tanaman yang dinamakan jawi. Karena jenis tanaman tersebut ada di mana-mana maka dirinya menamakan tanah tempat tersebut dengan nama “Jawi”. Nama tersebut yang kemudian berlaku untuk nama keseluruhan Pulau Jawa.

Kepercayaan utama yang dianut oleh suku ini adalah animisme. Kepercayaan tersebut terus bertahan hingga pada akhirnya dai-dai Hindu dan Budha tiba di indonesia. Mereka melakukan kontak dagang dengan penduduk dan membuat mereka tertarik untuk menganut agama-agama baru ini. Hal itu disebabkan karena mereka mampu menyatu dengan filosofi lokal Jawa yang unik.

Perkembangan serta penyebarluasan dari suku Jawa mulai berlangsung signifikan ketika Kertanegara memerintah Kerajaan Singasari pada akhir abad ke-13. Dirinya melakukan beberapa ekspesidi besar seperti ke Madura, Bali, Kalimantan dan Sumatera. Hingga pada akhirnya, Singasari berhasil menguasai perdagangan di selat Malaka menyusul kekalahan kerajaan Melayu. Pada tahun 1292, dominasi dari kerajaan Singasari terhenti ketika terjadinya pemberontakan oleh Raden Wijaya yang merupakan anak dari Kertanegara. Raden Wijaya inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit yang menjadi kerajaan terbesar di Nusantara kala itu.

Namun, Majapahit akhirnya mengalami banyak permasalahan karena tidak adanya penerus. Ketika Majapahit mulai runtuh, pulau Jawa mulai berubah dengan berkembangnya agama Islam. Ketika Majapahit runtuh, maka dominasinya digantikan oleh Kesultanan Demak. Kesultanan Demak inilah yang nantinya memainkan peranan penting dalam menghalau kekuatan Portugis. Demak melakukan dua kali penyerangan kepada Portugis ketika kaum Portugis berhasil menundukkan Malaka.

Masyarakat suku Jawa diperkirakan mempunyai kaitan erat dengan migrasi penduduk Austronesia menuju Madagaskar pada abad pertama. Namun demikian, sebenarnya kultur utama dari migrasi ini lebih dekat dengan suku Ma’anyan di Kalimanyan. Beberapa bagian dari bahasa Malagasy sendiri diambil dari bahasa Jawa. Pada ratusan tahun setelahnya, diperkirakan ketika periode kerjaan Hindu tiba, banyak saudagar kaya yang bermukim di tempat lainnya di Nusantara ini. Ketika runtuhnya Majapahit dan berkembannya Islam di Pantai Utara Jawa, maka banyak orang Hindu yang bermigrasi dari Jawa ke Bali dan berperan dalam majunya kultur Bali.  Migrasi yang dilakukan oleh suku Jawa tidak hanya di dalam negeri saja. Namun, mereka juga melakukan migrasi ke Semenanjung Malaya. Hubungan antara Malaka dan Jawa menjadi hal penting dalam perkembangan Agama Islam di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar