Wisata Ziarah Waliyuallah Pandegelang
: Batu Quran peninggalan Syekh Maulana Mansyur
Pandegelang, Banten. Jawa Barat adalah kota asli dari Ibu mertua saya. Penduduk Pandegelang terkenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Berada di kota yang terkenal dengan Islam yang kuat membuat saya penasaran siapakah tokoh yang menyebarkan dan mengajarkan Islam di daerah Pandegelang.
Ternyata orang yang berjasa tersebut adalah Syekh Maulana Mansyur. Beliau dimakamkan di Cikaduen, Pandeglang. Peninggalan Syekh Maulana Mansyur yang terkenal adalah Batu Quran yang terletak di kaki Gunung Karang, di Desa Kadubumbang Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat.
Letaknya arah Cimanuk, 7 km dari pertigaan Cimanuk ada belokan ke kiri 300m (Sebelum pemandian Cikoromoy). Banyak peziarah yang datang Batu Quran dalam rangka wisata religi.
Untuk mencapai Kawasan Batu Quran kita harus menuruni tangga
berbatu. Tidak jauh dari parkiran mobil, lokasi Batu Quran berada di bawah
pohon beringin besar dan rindang. Bila berbicara Batu Quran banyak orang
menyebutnya Pemandian Batu Quran karena karena banyak orang yang datang ke Batu
Quran untuk mandi dan berendam.
Dengan air suci dari Batu Quran banyak orang telah sembuh penyakitnya. Untuk berendam sendiri kolam yang terdapat Batu Quran khusus untuk kaum lelaki. Bagi perempuan terdapat tempat tersendiri untuk berendam tempatnya lebih tertutup.
Sayang sekali, tidak terdapat kamar mandi untuk berganti baju. Sebelum berendam, juru kunci Batu Quran mengajak peziarah untuk memasuki mesjid di samping kolam Batu Quran untuk membaca tawasul atau doa untuk Syekh Maulana Mansyur.
Dengan air suci dari Batu Quran banyak orang telah sembuh penyakitnya. Untuk berendam sendiri kolam yang terdapat Batu Quran khusus untuk kaum lelaki. Bagi perempuan terdapat tempat tersendiri untuk berendam tempatnya lebih tertutup.
Sayang sekali, tidak terdapat kamar mandi untuk berganti baju. Sebelum berendam, juru kunci Batu Quran mengajak peziarah untuk memasuki mesjid di samping kolam Batu Quran untuk membaca tawasul atau doa untuk Syekh Maulana Mansyur.
Sejarah
dari Batu Quran berkaitan erat dengan Syekh Maulana Mansyur, ulama Banten yang
terkenal di abad ke 15. Sejarah resmi tidak saya temukan mengenai Batu Quran di
Cibulakan ini. Menurut penuturan penjaga Batu Quran, lokasi di mana Batu Quran
ini dahulu adalah pijakan kaki Syekh Maulana Mansyur ketika hendak pergi
berhaji ke tanah suci, Mekah.
Dengan membaca basmalah sampailah beliau ke tanah suci, Mekah. Ceritapun berlanjut ketika Syekh Maulana Mansyur pulang dari Mekkah muncul bersama dengan air dari tanah yang tidak berhenti mengucur. Penjaga Batu Quran menyakini bahwa air yang mengucur tersebut adalah air zam zam.
Derasnya air tersebut menggenai daerah sekitar dan tidak berhenti.
Syekh Maulana Mansyur kemudian bermunajat kepada Allah dengan sholat 2 rakaat
di dekat keluarnya air (lokasi tersebut dikenal dengan batu sajadah). Selesai
shalat beliau kemudian mendapat petunjuk untuk menutup air tersebut dengan al
Quran. Atas izin Allah air tersebut berhenti mengucur dan al Quran tersebut
berubah menjadi batu sehingga batu tersebut dinamakan Batu Quran.
Ada sumber yang menyatakan bahwa batu Quran adalah adalah replika dari
Batu Quran yang ada di SangHyang Sirah, Taman Nasional Ujung Kulon yang
berkaitan erat dengan sejarah Sayidina Ali, Prabu Kian Santang dan Prabu
Munding Wangi. Sejarah Prabu Kian Santang (anak Prabu Siliwangi dari Kerajaan
Pajajaran) dikisahkan bahwa beliau belajar agama Islam di tanah suci, Mekkah
pada Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Setibanya di tanah air, Prabu Kian Santang kemudian beruzzlah ke Gunung Suci, Garut, Jawa Barat dan dikenal dengan sebutan Sunan Rahmat Suci. Untuk lebih mengetahui ajaran islam mengenai khitan maka Prabu Kian Santang menyuruh utusannya untuk belajar kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib di jazirah Arab.
Setibanya di tanah air, Prabu Kian Santang kemudian beruzzlah ke Gunung Suci, Garut, Jawa Barat dan dikenal dengan sebutan Sunan Rahmat Suci. Untuk lebih mengetahui ajaran islam mengenai khitan maka Prabu Kian Santang menyuruh utusannya untuk belajar kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib di jazirah Arab.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib kemudian pergi ke nusantara untuk
menyerahkan kitab suci al Quran kepada Prabu Kian Santang tetapi Prabu Kian
Santang telah meninggalkan tempat tersebut dan pergi menemui Prabu Munding
Wangi yang telah tilem di Sanghyang Sirah, Ujung Kulon.
Mendengar berita tersebut Sayidina Ali bin Abi Thalib mengejar ke Sanghyang Sirah tetapi Prabu Kian Santang telah pergi. Prabu Munding Wangi menerima kitab Al Quran disimpannya di dalam kotak batu bulat. Kemudian kotak batu berisi Al Quran tersebut ditaruh di tengah batu karang yang dikelilingi oleh air kolam yang sumber airnya berasal dari tujuh sumber mata air (sumur).
Mendengar berita tersebut Sayidina Ali bin Abi Thalib mengejar ke Sanghyang Sirah tetapi Prabu Kian Santang telah pergi. Prabu Munding Wangi menerima kitab Al Quran disimpannya di dalam kotak batu bulat. Kemudian kotak batu berisi Al Quran tersebut ditaruh di tengah batu karang yang dikelilingi oleh air kolam yang sumber airnya berasal dari tujuh sumber mata air (sumur).
Peristiwa Batu Quran ini beberapa abad kemudian diketahui oleh Syekh Maulana Mansyur berdarkan ilham yang didapatnya dari hasil tirakat. Segeralah Syekh Maulana Mansyur berangkat ke Sanghyang Sirah.
Karena jauhnya jarak Sanghyang Sirah dan membutuhkan waktu dan energi yang luar biasa maka untuk memudahkan umat Islam yang ingin melihat Batu Quran maka dibuatlah replika Batu Quran dengan lengkap sumur tujuhnya di Cibulakan Kabupaten Pandeglang jawa barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar