Senin, 30 November 2015

tradisi ruatan laut



Ruwat Laut (sedekah), bagi kepercayaan para nelayan di desa Gebangkulon adalah syukuran, dan tolak bala atas hasil laut kepada sang pencipta, atas segala limpahan karunia yang telah diberikan selama mereka bekerja, serta pensucian atas alat produksi yang dimilikinya, seperti perahu, mesin, jaring dan alat-alat lainnya. Tradisi ruwat laut ini sudah ada sejak  nenek moyang dan menjadi turun temurun hingga saat ini.
Ruwat laut yang diadakan setahun sekali, dan diadakan setelah lebaran Idul Fitri, tepatya pada 6-11 September 2011. Dimana para nelayan dapat berkumpul setelah berbulan-bulan lamanya berada ditengah laut.  Ruwat laut merupakan pertunjukan budaya lokal yang menampilkan seperti sandiwara, dan wayang yang menjadi persyaratan dalam acara prosesi ritualnya. Seperti wayang dengan lakon “Buduk Basuh” yang menceritakan tentang dewa laut. Acara tersebut terselenggara dengan swadaya para nelayan yang telah disiapkan sebelumnya. Menurut H. Nizar, panitia pelaksana ruwat laut “bahwa swadaya nelayan dilakukan sebelumnya dengan cara mengumpulkan uang hasil dari laut. sisanya adalah para donatur dan sponsor. Kepanitiannya dibagi dalam masing-masing kelompok, sesuai dengan acaranya. Termasuk keterlibatan perempuan ditahun ini”.
Dalam tema yang diambil oleh para nelayan desa Gebangkulon dalam ruwat tahun ini, adalah Selamatkan Laut Indonesia. Bahwa ruwat laut adalah sesuatu yang sangat sakral sehingga orang atau nelayannya sendiri bilang pesta laut. kalau pesta laut adalah lebih kepada senang-senang. Selain itu ada pesan yang ingin kami sampaikan yaitu tentang budaya pesisir agar jangan sampai hilang dan yang lebih penting pemerintah lebih serius untuk menyelamatkan laut kita (Indonesia)” Tutur jamhuri nelayan setempat yang juga panitia pelaksana Musyawarah Cabang Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Kabupaten Cirebon.
Acara yang dihadiri oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Cirebon yang diwakili oleh Bapak Junaidi, dalam sambutannya mengatakan, bahwa nelayan harus bisa menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak menangkap ikan dengan alat yang merusak. Sedangkan Budi Laksana sekretaris jendral pengurus pusat Serikat Nelayan Indonesia (SNI) juga mengingatkan dan berpesan kepada para nelayan bahwa acara ini tidak sekedar acara tanpa makna, serta harus menjaga kebanggaan kita sebagai nelayan dan jangan sampai kebanggaan itu hilang kepada anak-anak kita dan generasi yang akan datang kalau Indonesia adalah negara yang besar lautnya.

rampak bedug



 RAMPAK BEDUG

bedug terdapat di hampir setiap masjid, sebagai alat atau media informasi datangnya waktu shalat wajib 5 waktu. Kata “Rampak” mengandung arti “Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa “banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar. Rampak bedug hanya terdapat di daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya Banten.
http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/rampakdesug2_51_1375155997.jpg
Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, persis seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi karena merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian penonton, maka seni rampak bedug ini berubah menjadi suatu seni yang layak jual, sama dengan seni-seni musik komersial lainnya. Walau para pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan pencipta seni memandang seni rampak bedug sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai.
Fungsi Rampak bedug :
  • Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yang memang dirancang para ulama pewaris Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan juga sebagai pengiring Takbiran dan Marhabaan.
  •  Nilai rekreasi/hiburan.
  • Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa mengundang seniman rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka.
 http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/rampakbedug3_40_1375156035.jpg
“Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug” hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tapi dimainkan juga secara profesional pada acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain adalah sebagai berikut pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang sedangkan pemain perempuan sebagai penabuh bedug, baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.
http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/rampakbedug4_4_1375156111.jpg
Busana yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan Muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki-laki misalnya mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten, tapi warna-warninya menggambarkan kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan lain-lain (bukan hitam atau putih saja). Adapun pemain perempuan mengenakan pakaian khas tari-tari tradisional, tapi bercorak kemoderenan dan relatif religius. Misalnya menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan warna dasar kuning dan di dalamnya mengenakan celana panjang warna merah jenis celana panjang pesilat. Di Luarnya mengenakan kain merah tanpa dijahit yang bisa dililitkan dan digunakakan untuk semacam tarian selendang. Bajunya tangan panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan memakai ikat pinggang besar. Adapun rambutnya mengenakan sejenis sanggul bungan yang terbuat dari rajutan benang semacam penutup kepala bagian belakang.
Waditra adalah seni atau kesenian dari budaya jawa. Waditra rampak bedug terdiri dari :
  • Bedug besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait sya’ir dari lagu.
  • Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama lagu bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
  • Anting Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambu dan dililiti kulit kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari.
Sejarah Rampak Bedug
Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Awalnya rampak bedug berdiri di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya hingga ke Kabupaten Serang.
http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/rampakbedug1_22_1375156155.jpg
Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : Haji Ilen, Burhata, Juju, dan Rahmat. Dengan demikian Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak bedug. Dari mereka berempat itulah seni rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.

Sejarah Filsafat Kuno



Sejarah Filsafat Kuno

Sejarah filsafat yunani dimulai sekitar abad ke-6 SM.[2] Zaman ini sering disebut juga sebagai zaman peralihan dari mitos ke logos.[2] Sebelum masa ini, banyak orang yang bercerita tentang alam semesta dan kejadian di dalamnya terjadi berkat kuasa gaib dan adikodrati, seperti adanya kuasa para dewa-dewi.[2] Mitos-mitos seperti ini kerap sekali ditemukan di dalam sastra-sastra Yunani.[2]
Jangkauan filsafat dalam pemahaman kuno dan pemikiran para filsuf kuno adalah usaha-usaha intelektual.[3][4] Hal ini jugalah yang menjadi permasalahan-permasalahan yang dipahami dalam filsafat.[3] Filsafat juga mencakup disiplin-disiplin lainnya, seperti matematika dan ilmu-ilmu pengetahuan alam, seperti fisika, astronomi, dan biologi.[3] Aristoteles merupakan salah seorang filsuf yang menuliskan pemahamannya mengenai topik-topik ini.[3] Istilah Filsafat Barat pun kemudian muncul dan pada saat itu tidak membantu dan tidak jelas, sejak definisi itu meliputi berbagai macam perbedaan seperti tradisi, kelompok politik, kelompok agama, dan pemikir-pemikir yang sudah ribuan tahun lamanya.

FILSAFAT BARAT



FILSAFAT BARAT
Filsafat Barat adalah sebutan yang digunakan untuk pemikiran-pemikiran filsafat dalam dunia Barat atau Occidental. Pada umumnya filsafat terdiri dari dua garis besar, yaitu Filsafat Barat dan Filsafat Timur. Filsafat Barat berbeda dengan Filsafat Timur atau Oriental.[1] Permulaan dari sebutan Filsafat Barat ini dari keinginan untuk mengarah kepada pemikiran atau falsafah peradaban Barat.[1] Masa awalnya dimulai dengan filsafat Yunani di Yunani Kuno.[1] Pada masa ini sebagian besar Bumi sudah dicakup, termasuk Amerika Utara dan Australia.[1] Penentuan wilayah yang menjadi bagian dalam menentukan aliran mana sebuah pemikiran atau falsafah itu lahir menimbulkan perdebatan.[1] Perdebatan terjadi untuk menentukan wilayah seperti Afrika Utara, sebagian besar Timur Tengah, Rusia, dan lainnya.[1]

Kata filsafat dalam bahasa Indonesia, filosofi dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu: philosophia (φιλοσοφία), yang secara literal bermakna, "kecintaan kepada perkataan" (philein = "mencintai" + sophia = kata mutiara, dalam arti pengetahuan).[1] Dalam arti kontemporer, Filosofi Barat merujuk pada dua tradisi utama filsafat kontemporer: filsafat analitik dan filsafat kontinental.[1]

Subdisiplin Filsafat Barat



Subdisiplin Filsafat Barat

Pada umumnya, filsuf-filsuf Barat dibagi ke dalam beberapa cabang pokok.[3] Pembagian itu di dasarkan pada jenis pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang yang bekerja di lapangan.[3] Cabang yang paling banyak berpengaruh pada masa dunia kuno adalah Stoic, yaitu menahan hawa nafsu.[3] Stoic dibagi ke dalam beberapa bagian filsafat, seperti Logika, Etika, Ilmu pengetahuan, dan Fisika.[3] Fisika merupakan konsep study tentang gejala-gejela alam di dalam dunia ini, dan termasuk ilmu pengetahuan alam dan metafisika.[5] Filsafat kontemporal secara umum dapat dibagi ke dalam metafisika, epistimologi, etika, axiology, dan estetis.[5] Logika terkadang juga dijadikan sebagai bagian di dalam filsafat, terkadang juga hanya sebagai metode yang digunakan untuk seluruh cabang-canbang filsafat.[5]
Sub disiplin filsafat terdapat di dalam cabang-cabang yang luas tersebut.[5] pada level yang terluas, terdapat filsafat Analitik dan filsafat Kontinental.[5] Filsafat Analitik lebih sederhana dibandingkan denga filsafat Kontinental.[5]
Sub disiplin ini terkadang menjadi topik yang hangat dan dapat menempati tempat yang banyak dalam tulisan-tulisan.[6] Hal ini disebabkan oleh orang-orang yang beranggapan bahwa sub disiplin ini sebagai cabang-cabang utama